ERIK H.ERIKSON
A.
BIOGRAFI
Erikson lahir di Frankfurt, Jerman, tanggal 15 Juni
tahun 1902.Ibunya menikah dengan seorang dokter anak Karlsruhe, Dr. Homburger,
yang mengadopsinya dan yang namanya diambil oleh Eroksoon, Baru jauh dikemudian
hari dalam tahun 1939 ketika Erikson menjadi seorang warga Negara Amerika ia
menambahkan nama tersebut dan hingga kini ia dikenal sebagai– Erik Homburger
Erikson
Sesudah menyelesaikan pendidikannya Erikson menghabiskan
waktu setahun berkelana keliling Eropa untuk mencari inspirasi atau petunjuk
tentang apa yang diinginkannya.Erikson akhirnya memilih kesenian, karena ia
memiliki bakat dan minat di bidang itu. Pada masa hidupnya ini terjadilah
sesuatu yang membuatnya berubah secara drastis.Ia diundang untuk menghajar pada
suatu sekolah swasta kecil, di Wina.Pengealaman tersebut memilki pengaruh yang
tidak pernah hilang dalam diri Erikson.
Selama bertahun tahun ini di California ia menulis bukunya yang pertama,
Childhood and Society (1950, edisi yang direvisi 1963). Buku ini segera
berpengaruh sangat luas.Meskipun sejak itu Erikson telah menerbitkan 7 buku
lainnya, namun pada umumnya Childhood and society dianggap yang terpenting
karena buku tersebut menggariskan tema tema yang mengikat perhatian erikson
selama sisa hidupya,
Teori-teori Erikson dikatakan sebagai salah satu
teori yang sangat selektif karena didasarkan pada tiga alasan.Alasan yang pertama, karena teorinya sangat
representatif dikarenakan memiliki kaitan atau hubungan dengan ego yang
merupakan salah satu aspek yang mendekati kepribadian manusia. Kedua, menekankan pada pentingnya
perubahan yang terjadi pada setiap tahap perkembangan dalam lingkaran
kehidupan, dan yang ketiga/terakhir
adalah menggambarkan secara eksplisit mengenai usahanya dalam mengabungkan
pengertian klinik dengan sosial dan latar belakang yang dapat memberikan
kekuatan/kemajuan dalam perkembangan kepribadian didalam sebuah lingkungan.
Melalui teorinya Erikson memberikan sesuatu yang baru dalam mempelajari
mengenai perilaku manusia dan merupakan suatu pemikiran yang sangat maju guna
memahami persoalan/masalah psikologi yang dihadapi oleh manusia pada jaman
modern seperti ini. Oleh karena itu, teori Erikson banyak digunakan untuk
menjelaskan kasus atau hasil penelitian yang terkait dengan tahap perkembangan,
baik anak, dewasa, maupun lansia.
B.
PERKEMBANGAN PSIKOSOSIAL
Menurut Erik
Erikson (1963) menyatakan perkembangan psikososial terbagi menjadi beberapa
tahap. Masing-masing tahap psikososial memiliki dua komponen, yaitu komponen
yang baik dan yang tidak baik. Perkembangan pada fase selanjutnya tergantung
pada pemecahan masalah pada tahap masa sebelumnya yang elah dilalui oleh
seseorang yang sedang daam tahap perkembangan.Kedelapan tahapan perkembangan kepribadian menurut Erikson adalah seperti
berikut ini :
1. Percaya Vs Tidak percaya ( 0-1 tahun )
Komponen
awal yang sangat penting untuk berkembang adalah rasa percaya. Membangun rasa
percaya ini mendasari tahun pertama kehidupan. Begitu bayi lahir dan kontakl
dengnan dunia luar maka ia mutlak terganting dengan orang lain. Rasa aman dan
rasa percaya pada lingkungan merupakan kebutuhan.
Alat yang digunakan bayi untuk berhubungan
dengan dunia luar adalah mulut dan panca indera, sedangkan perantara yang tepat
antara bayi dengan lingkungan adalah ibu. Hubungan ibu dan anak yang harmonis
yaitu melalui pemenuhan kebutuhan fisik, psikologis dan sosial, merupakan
pengalaman dasar rasa percaya bagi anak. Apabila pada umur ini tidak tercapai
rasa percaya dengan lingkungan maka dapat timbul berbagai masalah. Rasa tidak
percaya ini timbul bila pengalaman untukmeningkatkan rasa percaya kurang atau
kebutuhan dasar tidak terpenuhi secara adekwat, yaitu kurangnya pemenuhan
kebutuhan fisik., psikologis dan sosial yang kurang misalnya: anak tidak
mendapat minuman atau air susu yang edukat ketika ia lapar, tidak mendapat
respon ketika ia menggigit dot botol dan sebagainya.
2. Autonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
2. Autonomi Vs Rasa Malu dan Ragu ( 1-3 tahun )
Alat gerak dan rasa telah matang dan ada
rasa percaya terhadap ibu dan lingkungan. Perkembangan Otonomi selama periode
ini berfokus pada peningkatan kemampuan anak untuk mengontrol tubuhnya, dirinya
dan lingkungannya. Anak menyadari ia dapat menggunakan kekuatannya untuk
bergerak dan berbuat sesuai dengan kemauannya misalnya: kepuasan untuk berjalan
atau memanjat.
Selain itu anak menggunakan kemampuan
mentalnya untuk menolak dan mengambil keputusan. Rasa Otonomi diri ini perku
dikembangkan karena penting untik terbentuknya rasa percaya diri dan harga diri
di kemudian hari. Hubungan dengan orang lain bersifat egosentris atau
mementingkan diri sendiri.
Peran lingkungan pada usia ini adalah
memberikan support dan memberi keyakinan yang jelas. Perasaan negatif yaitu
rasa malu dan ragu timbul apabila anak merasa tidak mampu mengatasi tindakan yang di pilihnya serta kurangnya
support dari orangtua dan lingkungannya, misalnya orangtua terlalu mengontrol
anak.
3. Inisiatif Vs Rasa Bersalah ( 3-5 tahun )
Pada tahap ini anak belajar
mengendalikan diri dan memanipulasi lingkungan. Rasa inisiatif mulai menguasai
anak. Anak mulai menuntut untuk melakukan tugas tertentu. Anak mulai diikut
sertakan sebagai individu misalnya turut serta merapihkan tempat tidur atau
membantu orangtua di dapur. Anak mulai memperluas ruang lingkup pergaulannya
misalnya menjadi aktif diluar rumah, kemampuan berbahasa semakin meningkat.
Hubungan dengan teman sebaya dan saudara sekandung untuk menang sendiri.
Peran ayah sudah mulai berjalan
pada fase ini dan hubungan segitiga antara Ayah-Ibu-Anak sangat penting untuk
membina kemantapan idantitas diri. Orangtua dapat melatih anak untuk
menguntegrasikan peran-peran sosial dan tanggungjawab sosial. Pada tahap ini
kadang-kadang anak tidak dapat mencapai tujuannya atau kegiatannya karena
keterbatasannya, tetapi bila tuntutan lingkungan misalnya dari orangtua atau
orang lain terlalu tinggi atau berlebihan maka dapat mengakibatkan anak merasa
aktifitasnya atau imajinasinya buruk, akhirnya timbul rasa kecewa dan rasa
bersalah.
4. Industri Vs Inferioritas ( 6-12 tahun )
Pada tahap ini anak dapat
menghadapi dan menyelesaikan tugas atau perbuatan yang akhirnya dan dapat
menghasilkan sesuatu. Anak siap untuk meninggalkan rumah atau orangtua dalam
waktu terbatas yaitu untuk sekolah. Melalui proses pendidikan ini anak belajar
untuk bersaing (sifat kompetetif), juga sifat kooperatif dengan orang lain,
saling memberi dan menerima, setia kawan dan belajar peraturan yang berlaku.
Kunci proses sosialisasi pada
tahap ini adalah guru dan teman sebaya. Dalam hal ini peranan guru sangat
sentral. Identifikasi bukan terjadi pada orangtua atau pada orang lain,
misalnya sangat menyukai gurunya dan patuh sekali pada gurunya dibandingkan
pada orangtuanya. Apabila anak tidak dapat memenuhi keinginan sesuai standart
dan terlalu banyak yang diharapkan dari mereka maka dapat timbul masalah atau
gangguan.
5. Identitas Vs Difusi Peran ( 12-18 tahun )
Tahap ini merupakan masa standarisasi
diri yaitu anak mencari identitas dalam bidang seksual, umur dan kegiatan,
Peran orangtua sebagai sumber perlindungan dan sumber nilai utama mulai
menurun. Sedangkan peran kelompok atau teman sebaya tinggi. Teman sebaya di pandang
sebagai teman senasib, patner dan saingan. Melalui kehidupan berkelompok ini
remaja bereksperimen dengan peranan dan dapat menyalurkan diri. Remaja memilih
orang-orang dewasa yang penting baginya yang dapat mereka percayai dan tempat
mereka berpaling saat kritis.
6.
Keintiman vs Isolasi (20 – 30
tahun)
Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui,
maka setiap individu akan memasuki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa
awal yang berusia sekitar 20-30 tahun. Masa Dewasa Awal (Young adulthood) ditandai
adanya kecenderungan intimacy – isolation. Kalau pada masa sebelumnya, individu
memiliki ikatan yang kuat dengan kelompok sebaya, namun pada masa ini ikatan
kelompok sudah mulai longgar. Mereka sudah mulai selektif, dia membina hubungan
yang intim hanya dengan orang-orang tertentu yang sepaham. Jadi pada tahap ini
timbul dorongan untuk membentuk hubungan yang intim dengan orang-orang
tertentu, dan kurang akrab atau renggang dengan yang lainnya.
7.
Generativitas vs Stagnasi (40 –
50 tahun)
Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke
tujuh, dan ditempati oleh orang-orang yang berusia sekitar 40 sampai 50 tahun.
Masa Dewasa (Adulthood) ditandai adanya kecenderungan generativity-stagnation.
Sesuai dengan namanya masa dewasa, pada tahap ini individu telah mencapai
puncak dari perkembangan segala kemampuannya. Pengetahuannya cukup luas,
kecakapannya cukup banyak, sehingga perkembangan individu sangat pesat.
Meskipun pengetahuan dan kecakapan individu sangat luas, tetapi dia tidak
mungkin dapat menguasai segala macam ilmu dan kecakapan, sehingga tetap
pengetahuan dan kecakapannya terbatas. Untuk
mengerjakan atau mencapai hal– hal tertentu ia mengalami hambatan.
Apabila pada tahap pertama sampai dengan tahap ke
enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa ini dan salah satu
tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimbangan antara sifat
melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa (stagnasi).
Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adalah kepedulian
terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapat
dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda
dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang
dapat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.
Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu
peduli, sehingga mereka tidak punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain
itu malignansi yang ada adalah penolakan, di mana seseorang tidak dapat
berperan secara baik dalam lingkungan kehidupannya akibat dari semua itu
kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya kurang mendapat sambutan yang
baik.
8.
Integritas vs Keputusasaan (65 ke
atas)
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap
usia senja yang diduduki oleh orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke
atas. Masa hari tua (Senescence) ditandai adanya kecenderungan ego integrity –
despair. Pada masa ini individu telah memiliki kesatuan atau intregitas
pribadi, semua yang telah dikaji dan didalaminya telah menjadi milik
pribadinya. Pribadi yang telah mapan di satu pihak digoyahkan oleh usianya yang
mendekati akhir. Mungkin ia masih memiliki beberapa keinginan atau tujuan yang
akan dicapainya tetapi karena faktor usia, hal itu sedikit sekali kemungkinan
untuk dapat dicapai. Dalam situasi ini individu merasa putus asa. Dorongan
untuk terus berprestasi masih ada, tetapi pengikisan kemampuan karena usia
seringkali mematahkan dorongan tersebut, sehingga keputusasaan acapkali
menghantuinya
APLIKASI
TEORI ERICSON TERHADAP PENDIDIKAN
Guru mendorong
inisiatif peserta didik, selain itu guru juga harus berusaha mendorong peserta didik untuk
semangat dalam belajar.Serta
guru diarapkan dapat menstimulasi atau merangsang eksplorasi peserta yang utamanya pada usia remaja.
0 komentar:
Posting Komentar