IDENTIFIKASI
A. Pengertian Identifikasi
Istilah identifikasi secara harfiah
dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifkasi
anak dengan kebutuhan khusus
dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga
kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/tingkah laku)
dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Sebagai seorang guru di Sekolah Dasar
tentu diharapkan memiliki pemahaman dan kepekaan terhadap kondisi masing-masing
siswa sebagai muridnya. Perkembangan dan belajar dan kemajuan belajarnya yang
dapat dideteksi setiap saat selama proses kegiatan pembelajaran sekolah
berlangsung. Disini peran guru, khususnya guru kelas sangat penting dalam menentukan
keberhasilan belajar siswa. Umumnya guru memiliki catatan atau rekaman tentang
perkembangan masing-masing siswa, bagaimana kondisinya dan kebutuhan pendidikan
apa yang diperlukan, terlebih untuk anak-anak berkebutuhan lebih. Apabila hal
itu belum dimiliki, maka untuk mengenali anak-anak berkebutuhan khusus dapat
dimulai dengan melakukan identifikasi.
Identifikasi adalah usaha untuk
mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang
ada. dalam komptemporer, (1985 : 921) dijelaskan bahwa yang dimaksud identifikasi
adalah:
(1) pengenalan
(2)
penyamaan
(3) tanda bukti
pengenal
Setelah dilakukan identifikasi,
kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk
normal atau mengalami kelainan/penyimpangan.Bila mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1)
Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang
mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan
angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa;
(5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar;
(7) Anak yang mengalami kesulitan belajar
spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami
gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan
perilaku.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih
sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah
seorang anak tergolong anak dengan
kebutuhan khusus atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh
orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan
pihak-pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering
disebut asesmen, bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional,
seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.
Ada anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali
sebagai anak berkebutuhan khusus, tetapi juga ada yang membutuhkan pendekatan
dan peralatan khusus untuk menentukan, bahwa anak tersebut tergolong anak berkebutuhan khusus. anak-anak yang
mengalami kelainan fisik misalnya, dapat dikenali dengan keberadaanyaa,
sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual maupun
emosional memerlukan instrument dan alasan yang rasional untuk dapat menentukan
keberadaannya.
Pengamatan yang seksama mengenai kondisi
dan perkembangan anak sangat diperlukan dalam identifikasi anak-anak
berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru setiap
saat. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka usaha
identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan pengamatan
secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orangtua ataupun keluarga
lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk
menemukenali dan menentukan anak-anak berkebutuhan khusus.
B.
Ruang
Lingkup
Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali
keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar, berorientasi pada
ciri-ciri atau karakteristik ada pada seorang anak, yang mencakup kondisi
fisik, kemampuan intelektual, maupun komunikasi, maupun sosial emosional.
v Kondisi
fisik
Mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum
(anggota tubuh) dan kondisi indera seorang anak, baik secara organik maupun
fungsional, dalam artian apakah kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau
tidak, misalnya apakah ada kelainan mata yang mempengaruhui fungsi penglihatan.
Ini juga mencakup mekanisme gerak-gerak motorik seperti berjalan, duduk,
menulis, menggambar, atau lainnya
v .Kemampuan
intelektual
Dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk
melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai
pelajaran akademik yang diberikan guru, seperti pelajaran bahasa dan matematika
( mengitung, membedakan bentuk,dsb).
v Kemampuan
komunikasi
Kesanggupan seorang anak dalam memahami dan mengepresikan gagasannya dalam
berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik secara lisan atau ucapan
maupun tulisan.
v Sosial
emosial
Mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang
anak dalam kegitan interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta
perilaku yang ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan
sekolah maupun di lingkungan lainnya.
C.
Tujuan
Identifikasi
Secara
umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak
mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional,
dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan
anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar
untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.
Dalam
rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus
dilakukan untuk lima keperluan, yaitu:
- Penjaringan (screening)
Penjaringan
dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan Alat Identifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus (AI AKB) terlampir. Pada tahap ini identifiksi berfungsi
menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian
menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu,
sehingga tergolong anak dengan kebutuhan khusus.
- Pengalihtanganan (referral)
Berdasarkan
gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak perlu
dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri
oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.
Kedua, ada
anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog,
dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani
oleh guru.Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk
membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses
pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut tidak tersedia
dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus
(Guru PLB) atau Konselor.
- Klasifikasi
Pada tahap
klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang
telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih
lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar
pemeriksaan tenaga professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih
lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya)
maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan.
Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy, melainkan sekedar
meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya
akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi
anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang
bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan
ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini
memilah-milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan
lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus
di kelas reguler.
- Perencanaan pembelajaran
Pada tahap
ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi.
Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus
memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program
pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam
buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.
- Pemantauan kemajuan Belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk
mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau
tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang
signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan.
Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran
Individual (PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan
sesuai atau tidak, dan seterusnya.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.
D.
Pelaksanaan
Identifikasi
1. Sasaran Identifikasi
Secara
umum sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah seluruh anak usia
pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional),
sasaran identifikasi anak dengan
kebutuhan khusus adalah:
a. Anak yang sudah bersekolah di
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
b. Anak yang akan masuk ke Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
c. Anak yang belum/tidak bersekolah
karena orangtuanya merasa anaknya tergolong anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat
tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat belum/tidak mau menerimanya
d. Anak yang drop-out Sekolah
Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.
2. Petugas
Identifikas
Untuk
mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
a. Guru kelas
b. Orang tua anak; dan/atau
c. Tenaga professional terkait
3. Alat
Identifikasi
Secara
sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam
pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu
guru dan orang tua dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan
pendidikan khusus, antara lain
sebagai berikut :
a. Informasi
riwayat perkembangan anak
Informasi riwayat perkembangan anak
adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam kandungan hingga
tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI.. Informasi ini penting sebab dengan mengetahui latar belakang
perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber penyebab problema belajar.
Informasi
mengenai perkembangan anak sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan
kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada anak. Informasi
perkembangan anak biasanya mencakup identitas anak, riwayat masa kehamilan dan
kelahiran, perkembangan masa balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial,
dan perkembangan pendidikan.Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi
perkembangan masa kehamilan, penyakit yang diderita ibu, usia di dalam
kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong persalinan, gangguan
pada saat proses kelahiran, berat badan bayi, panjang badan bayi, dan
tanda-tanda kelainan pada bayi.
Perkembangan
masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai lama menyusu ibunya,
usia akhir minum susu kaleng, kegiatan imunisasi, penimbangan, kualitas dan
kuantitas makanan pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan
sebagainya.
Perkembangan fisik diperlukan
terutama data mengenai kapan anak mulai dapat merangkak, berdiri, berjalan,
naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara Pada tahap ini petugas
(guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang
nampak pada siswa) dengan
menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan
kebutuhan khusus (AI ALB). kalimat lengkap, kesulitan gerakan yang dialami,
status gizi balita, dan riwayat kesehatan.
b. Data orang
tua/wali siswa
Data orang
tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang
tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta
tanggungan dan tanggapan orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua
harus lengkap, tidak hanya identitas ayah melainkan juga identitas ibu,
misalnya umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan,
dan tempat tinggal.
Hubungan orang tua-anak menggambarkan
sejauh mana intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. Misalnya apakah
kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan anak. Apakah diasuh
salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi tersebut
mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar anak.
c. Informasi mengenai profil kelainan
anak
Informasi
mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa penelitian
terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki
gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di
Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan
bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2% diskalkulia, juga 33%
mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9% cacat /
kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan
penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1996).
Tanda-tanda kelainan atau gangguan
khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadang-kadang adanya
kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat
menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat
bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan
anak terhadap kondisi tersebut.
E. Teknik Identifikasi
Beberapa teknik
identifikasi secara umum, yang memungkinkan bagi guru-guru untuk melakukannya
sendiri di sekolah , yaitu: wawancara; tes psikologi; dan tes buatan sendiri.
Secara lebih jelas keempat teknik tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Observasi
Merupakan teknik identifikasi anak-anak berkebutuhan
khusus yang ada di kelas atau sekolah secara sistematis. Observasi dapat dilakukan secar langsung
ataupun tidak lansung, dalam arti melakukan observasi secara langsung terhadap
obyek atau siswa dalam lingkungan yang wajar, apa adanya dalam aktivitas
kesehariannya. Observasi tidak langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi
yang diinginkan untuk observasi, mnisalnya anak diminta untuk melakukan sesuatu,
bebicara, menulis, membaca, atau lainnya untuk selanjutnya diamati dan dicatat
hasilnya. Obsevasi dapat dilakukan secara partisipan dalam artian apabila orang
yang melakukan observasi turut mengambil bagian yang diobservasi. Dan
nonpartisipan, apabila orang yang melakukan observasi berada diluar situasi
yang sedang diobservasi, ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi
anak yang diobservasi.
2. Wawancara
Merupakan teknik untuk mempoeroleh informasi
mengenai keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, dalam upaya melakukan
identifikasi. Dapat menggunakan meteri instrumen observasi sebagai paduan dalam
melakukan wawancara. Hal ini kan mempermudah bagi guru dalam memfokuskan
informasi yang ingin diperoleh., juga dapat mengembangkan instrumen sebagai panduan
dalam wawancara sesuai dengan tujuan yang lebioh spesisif yang ingin diperoleh
informasinya, yang mungkin dapat melengkapi data observasi.
3. Tes
Merupakan suatu cara utuk melakukan penilaian yang
berupa suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang
akan menghasilkan suatu nilai tentang kemampuan atau perilaku anak yang
bersangkutan. Bentuk tes berupa suatu tugas yang berisi pertanyaan-pertanyaa
atau perintah-perintah yang harus dikerjakan anak, untuk selanjutnya dinilai hasilnya.
Melalu
tes ini guru akan memperoleh informasi pendukung dalam menafsirkan keberadaan
seorang anak, apakah berkebutuhan khusus atau tidak.
4. Tes
psikologi
Jenis tes ini memiliki kelebihan dibanding dengan
tes lainnya, karena akurasi yang lebih baik dibanding tes buatan guru. Selain
waktu pelaksanaan yang lebih singkat, melalui tes psikologi juga dapat
diprediksikan apa-apa yang akan terjadi dalam belajar anak di tahapan
berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang anak, tes psikologi
merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan validitasnya telah
teruji. Jenis tes psikologi yang digunakan untuk melihat aspek kepribadian atau
perilaku seseorang.
Identifikasi merupan langkah awal yang dilakukan
guru dalam memberikan layanan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
0 komentar:
Posting Komentar