RSS

Minggu, 19 Mei 2013

Identifikasi


IDENTIFIKASI

A.    Pengertian Identifikasi

Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau menemukenali. Dalam buku ini istilah identifkasi anak dengan kebutuhan khusus dimaksudkan merupakan suatu usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional/tingkah laku) dalam pertumbuhan/ perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
Sebagai seorang guru di Sekolah Dasar tentu diharapkan memiliki pemahaman dan kepekaan terhadap kondisi masing-masing siswa sebagai muridnya. Perkembangan dan belajar dan kemajuan belajarnya yang dapat dideteksi setiap saat selama proses kegiatan pembelajaran sekolah berlangsung. Disini peran guru, khususnya guru kelas sangat penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Umumnya guru memiliki catatan atau rekaman tentang perkembangan masing-masing siswa, bagaimana kondisinya dan kebutuhan pendidikan apa yang diperlukan, terlebih untuk anak-anak berkebutuhan lebih. Apabila hal itu belum dimiliki, maka untuk mengenali anak-anak berkebutuhan khusus dapat dimulai dengan melakukan identifikasi.         
Identifikasi adalah usaha untuk mengenali atau menemukan anak berkebutuhan khusus sesuai dengan ciri-ciri yang ada. dalam komptemporer, (1985 : 921) dijelaskan bahwa yang dimaksud identifikasi adalah:
(1) pengenalan
(2) penyamaan

(3) tanda bukti pengenal

Setelah dilakukan identifikasi, kondisi seseorang dapat diketahui, apakah pertumbuhan/perkembangannya termasuk normal atau mengalami kelainan/penyimpangan.Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong: (1) Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan; (2) Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran; (3) Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan); (4) Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa; (5) Tunagrahita; (6) Anak lamban belajar; (7) Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia); (8) Anak yang mengalami gangguan komunikasi; dan (9) Tunalaras/anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku.
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengasuhnya, gurunya, dan pihak-pihak yang terkait dengannya. Sedangkan langkah berikutnya, yang sering disebut asesmen, bila diperlukan dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog, orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

Ada anak-anak yang dengan mudah dapat dikenali sebagai anak berkebutuhan khusus, tetapi juga ada yang membutuhkan pendekatan dan peralatan khusus untuk menentukan, bahwa anak tersebut tergolong  anak berkebutuhan khusus. anak-anak yang mengalami kelainan fisik misalnya,  dapat dikenali dengan keberadaanyaa, sebaliknya untuk anak-anak yang mengalami kelainan dalam segi intelektual maupun emosional memerlukan instrument dan alasan yang rasional untuk dapat menentukan keberadaannya.

      Pengamatan yang seksama mengenai kondisi dan perkembangan anak sangat diperlukan dalam identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah oleh guru, dan ini dapat dilakukan guru setiap saat. Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap, maka usaha identifikasi perlu dilakukan dengan berbagai cara, selain melakukan pengamatan secara seksama, perlu juga dilakukan wawancara dengan orangtua ataupun keluarga lainnya. Informasi yang telah diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk menemukenali dan menentukan anak-anak berkebutuhan khusus.
B.     Ruang Lingkup
Identifikasi yang dilakukan untuk menemukenali keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus di Sekolah Dasar, berorientasi pada ciri-ciri atau karakteristik ada pada seorang anak, yang mencakup kondisi fisik, kemampuan intelektual, maupun komunikasi, maupun sosial emosional.
v  Kondisi fisik
Mencakup keberadaan kondisi fisik secara umum (anggota tubuh) dan kondisi indera seorang anak, baik secara organik maupun fungsional, dalam artian apakah kondisi yang ada mempengaruhi fungsinya atau tidak, misalnya apakah ada kelainan mata yang mempengaruhui fungsi penglihatan. Ini juga mencakup mekanisme gerak-gerak motorik seperti berjalan, duduk, menulis, menggambar, atau lainnya
v  .Kemampuan intelektual
Dalam konteks ini adalah kemampuan anak untuk melaksanakan tugas-tugas akademik di sekolah. Kesanggupan mengikuti berbagai pelajaran akademik yang diberikan guru, seperti pelajaran bahasa dan matematika ( mengitung, membedakan bentuk,dsb).
v  Kemampuan komunikasi
Kesanggupan seorang anak dalam memahami  dan mengepresikan gagasannya dalam berinteraksi terhadap lingkungan sekitarnya, baik secara lisan atau ucapan maupun tulisan.
v  Sosial emosial
Mencakup aktivitas sosial yang dilakukan seorang anak dalam kegitan interaksinya dengan teman-teman ataupun dengan gurunya serta perilaku yang ditampilkan dalam pergaulan kesehariannya, baik di lingkungan sekolah maupun di lingkungan lainnya.

C.    Tujuan Identifikasi
Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, social, emosional, dan/atau sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan program pembelajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya.

Dalam rangka pendidikan inklusi, kegiatan identifikasi anak dengan kebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu:
  1.  Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan Alat Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (AI AKB) terlampir. Pada tahap ini identifiksi berfungsi menandai anak-anak mana yang menunjukkan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu, sehingga tergolong anak dengan kebutuhan khusus.

  1. Pengalihtanganan (referral)
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan, selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, ada anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional) dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan pembelajaran yang sesuai.

Kedua, ada anak yang perlu dirujuk ke ahli lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan/atau therapis, baru kemudian ditangani oleh guru.Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga professional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses pengalihtanganan (referral). Jika tenaga professional tersebut tidak tersedia dapat dimintakan bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru Pembimbing Khusus (Guru PLB) atau Konselor.

  1. Klasifikasi      
Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan apakah anak yang telah dirujuk ke tenaga professional benar-benar memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus.Apabila berdasar pemeriksaan tenaga professional ditemukan masalah yang perlu penanganan lebih lanjut (misalnya pengobatan, therapy, latihan-latihan khusus, dan sebagainya) maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan/atau memberi therapy, melainkan sekedar meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya akan membantu siswa dalam hal pemberian pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan ke kelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus.
Kegiatan klasifikasi ini memilah-milah mana anak dengan kebutuhan khusus yang memerlukan penanganan lebih lanjut dan mana yang langsung dapat mengikuti pelayanan pendidikan khusus di kelas reguler.
  1. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI). Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat kelainan) anak dengan kebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusi.


  1. Pemantauan kemajuan Belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan (berarti), maka perlu ditinjau lagi beberapa aspek yang berkaitan. Misalnya apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, Program Pembelajaran Individual (PPI) yang kita susun sesuai atau tidak, bimbingan belajar khusus yang kita berikan sesuai atau tidak, dan seterusnya.
Sebaliknya, apabila dengan program khusus yang diberikan, anak mengalami kemajuan yang cukup signifikan maka program tersebut perlu diteruskan sambil memperbaiki/menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang ada.

D.    Pelaksanaan Identifikasi
1.       Sasaran Identifikasi
Secara umum sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangkan secara khusus (operasional), sasaran identifikasi anak dengan kebutuhan khusus adalah:
a.       Anak yang sudah bersekolah di Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
b.      Anak yang akan masuk ke Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah
c.       Anak yang belum/tidak bersekolah karena orangtuanya merasa anaknya tergolong anak dengan kebutuhan khusus sedangkan lokasi SLB jauh dari tempat tinggalnya; sementara itu, semula SD terdekat belum/tidak mau menerimanya
d.      Anak yang drop-out Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah karena factor akademik.

2.      Petugas Identifikas
Untuk mengidentifikasi seorang anak apakah tergolong anak dengan kebutuhan khusus atau bukan, dapat dilakukan oleh:
a.       Guru kelas
b.      Orang tua anak; dan/atau
c.       Tenaga professional terkait

3.      Alat Identifikasi
Secara sederhana ada beberapa aspek informasi yang perlu mendapatkan perhatian dalam pelaksanaan identifikasi. Contoh alat identifikasi sederhana untuk membantu guru dan orang tua dalam rangka menemukenali anak yang memerlukan layanan pendidikan khusus, antara lain sebagai berikut :
a.    Informasi riwayat perkembangan anak
Informasi riwayat perkembangan anak adalah informasi mengenai keadaan anak sejak di dalam kandungan hingga tahun-tahun terakhir sebelum masuk SD/MI.. Informasi ini penting sebab dengan mengetahui latar belakang perkembangan anak, mungkin kita dapat menemukan sumber penyebab problema belajar.

        Informasi mengenai perkembangan anak sangat penting bagi guru untuk mempertimbangkan kebijakan program pembelajaran yang akan diberikan kepada anak. Informasi perkembangan anak biasanya mencakup identitas anak, riwayat masa kehamilan dan kelahiran, perkembangan masa balita, perkembangan fisik, perkembangan sosial, dan perkembangan pendidikan.Riwayat masa kehamilan dan kelahiran meliputi perkembangan masa kehamilan, penyakit yang diderita ibu, usia di dalam kandungan, proses kelahiran, tempat kelahiran, penolong persalinan, gangguan pada saat proses kelahiran, berat badan bayi, panjang badan bayi, dan tanda-tanda kelainan pada bayi.

        Perkembangan masa balita sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai lama menyusu ibunya, usia akhir minum susu kaleng, kegiatan imunisasi, penimbangan, kualitas dan kuantitas makanan pada masa balita, kesulitan makan yang dialami, dan sebagainya.

Perkembangan fisik diperlukan terutama data mengenai kapan anak mulai dapat merangkak, berdiri, berjalan, naik sepeda roda tiga, naik sepeda roda dua, berbicara Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di kelas (berdasar gejala yang nampak pada siswa) dengan menggunakan Alat Identifikasi Anak dengan kebutuhan khusus (AI ALB). kalimat lengkap, kesulitan gerakan yang dialami, status gizi balita, dan riwayat kesehatan.
       
b.      Data orang tua/wali siswa
      Data orang tua/wali siswa sekurang-kurangnya mencakup informasi mengenai identitas orang tua/wali, hubungan orang tua-anak, data sosial ekonomi orang tua, serta tanggungan dan tanggapan orang tua/ keluarga terhadap anak. Identitas orang tua harus lengkap, tidak hanya identitas ayah melainkan juga identitas ibu, misalnya umur, agama, status, pendidikan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan tempat tinggal.

Hubungan orang tua-anak menggambarkan sejauh mana intensitas komunikasi antara orang tua dan anak. Misalnya apakah kedua orang tua satu rumah atau tidak, demikian juga dengan anak. Apakah diasuh salah satu orang tua, pembantu, atau keluarga lain. Semua kondisi tersebut mempunyai pengaruh terhadap hasil belajar anak.

c.       Informasi mengenai profil kelainan anak
Informasi mengenai gangguan/kelainan anak sangat penting, sebab dari beberapa penelitian terbukti bahwa anak-anak yang prestasi belajarnya rendah cenderung memiliki gangguan/kelainan penyerta. Survei terhadap 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6,0 (enam, nol), ditemukan bahwa 71,8% mengalami disgrafia, 66,8% disleksia, 62,2% diskalkulia, juga 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku, 31% gangguan komunikasi, 7,9% cacat / kelainan anggota tubuh, 6,6% gangguan gizi dan kesehatan, 6% gangguan penglihatan, dan 2% gangguan pendengaran (Balitbang, 1996).
Tanda-tanda kelainan atau gangguan khusus pada siswa (jika ada) perlu diketahui guru. Kadang-kadang adanya kelainan khusus pada diri anak, secara langsung atau tidak langsung, dapat menjadi salah satu faktor timbulnya problema belajar. Tentu saja hal ini sangat bergantung pada berat ringannya kelainan yang dialami serta sikap penerimaan anak terhadap kondisi tersebut.
E.      Teknik Identifikasi
Beberapa teknik identifikasi secara umum, yang memungkinkan bagi guru-guru untuk melakukannya sendiri di sekolah , yaitu: wawancara; tes psikologi; dan tes buatan sendiri. Secara lebih jelas keempat teknik tersebut, dapat diuraikan sebagai berikut:
1.      Observasi
Merupakan teknik identifikasi anak-anak berkebutuhan khusus yang ada di kelas atau sekolah secara sistematis.  Observasi dapat dilakukan secar langsung ataupun tidak lansung, dalam arti melakukan observasi secara langsung terhadap obyek atau siswa dalam lingkungan yang wajar, apa adanya dalam aktivitas kesehariannya. Observasi tidak langsung, dilakukan dengan menciptakan kondisi yang diinginkan untuk observasi, mnisalnya anak diminta untuk melakukan sesuatu, bebicara, menulis, membaca, atau lainnya untuk selanjutnya diamati dan dicatat hasilnya. Obsevasi dapat dilakukan secara partisipan dalam artian apabila orang yang melakukan observasi turut mengambil bagian yang diobservasi. Dan nonpartisipan, apabila orang yang melakukan observasi berada diluar situasi yang sedang diobservasi, ini dimaksudkan agar tidak menimbulkan kecurigaan bagi anak yang diobservasi.

2.      Wawancara
Merupakan teknik untuk mempoeroleh informasi mengenai keberadaan anak-anak berkebutuhan khusus, dalam upaya melakukan identifikasi. Dapat menggunakan meteri instrumen observasi sebagai paduan dalam melakukan wawancara. Hal ini kan mempermudah bagi guru dalam memfokuskan informasi yang ingin diperoleh., juga dapat mengembangkan instrumen sebagai panduan dalam wawancara sesuai dengan tujuan yang lebioh spesisif yang ingin diperoleh informasinya, yang mungkin dapat melengkapi data observasi.

3.      Tes
Merupakan suatu cara utuk melakukan penilaian yang berupa suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh anak, yang akan menghasilkan suatu nilai tentang kemampuan atau perilaku anak yang bersangkutan. Bentuk tes berupa suatu tugas yang berisi pertanyaan-pertanyaa atau perintah-perintah yang harus dikerjakan anak, untuk selanjutnya dinilai hasilnya.
Melalu tes ini guru akan memperoleh informasi pendukung dalam menafsirkan keberadaan seorang anak, apakah berkebutuhan khusus atau tidak.

4.      Tes psikologi
Jenis tes ini memiliki kelebihan dibanding dengan tes lainnya, karena akurasi yang lebih baik dibanding tes buatan guru. Selain waktu pelaksanaan yang lebih singkat, melalui tes psikologi juga dapat diprediksikan apa-apa yang akan terjadi dalam belajar anak di tahapan berikutnya. Untuk melihat tingkat kecerdasan seorang anak, tes psikologi merupakan salah satu instrumen yang lebih obyektif dan validitasnya telah teruji. Jenis tes psikologi yang digunakan untuk melihat aspek kepribadian atau perilaku seseorang.
Identifikasi merupan langkah awal yang dilakukan guru dalam memberikan layanan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus. 

0 komentar:

Posting Komentar

animasi  bergerak gif

Sekarang Menunjukkan Jam