Kepribadian
guru ternyata mempunyai banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya
tentang guru, sehingga terbentuklah strereotype
guru. Walaupun gambaran tentang guru tidak lengkap dan mungkin juga
tidak seluruhnya, namun orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan
stereotype guru itu. Guru merupakan sumber pengetahuan utama bagi
murid-muridnya, namun pada umumnya orang memandang guru sebagai orang yang pandai yang mempunyai
intelegensi tinggi. Orang yang ber-IQ tinggi akan menjadi dokter atau insinyur
dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan terbukti bahwa guru yang
beralih jabatannya dapat melakukan tugas dengan baik sebagai Jenderal,
Gurbernur, Menteri Duta Besar, Bupati atau Camat, juga sebagi usahawan,
seniman, pengarang, dan sebagainya. Walaupun demikian orang tetap berpegang
pada stereotype.
Guru
memang tak ada lainnya dengan pekerjaan lain. Guru wanita bila dibandingkan
dengan gadis atau wanita lain yang bekerja di kantor, bersifat serius, berpakaian lebih konservatif
karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak malu menggunakan pakaian yang
sama berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap kelakuan orang lain, mungkin
telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru wanita tidak mudah bergaul dengan
sembarangan orang. Dalam hiburan seperti menonton bioskop ia membatasi diri dan
tak suka berjumpa muridnya di tempat yang sama. Dari percobaan tampak bahwa
orang memiliki gambaran stereotype guru yaitu orang yang serius, sadar akan
harga diri, bersikap menjaga jarak dengan orang lain.
1. Perkembangan
Pribadi Guru
Kepribadian
guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan perannya menurut
kedudukannya dalam barbagai situasi. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan
itu mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai
akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi
suatu aspek dari kepribadian.
Dalam
situasi kelas guru mengahadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai
“anaknya”. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak atau ibu
guru. Berkat kedudukan maka guru didewasakan, di “tuakan” sekalipun menurut
usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”. Orang tua murid akan
memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan
anak mereka untuk diasuh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia
lambat laun membentuk
Kepribadiannya. Ia diperlukan oleh
lingkungannya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi
guru karena diperlukan dan berlaku sebagai guru.
Apa
yang terjadi dengan guru juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan
dan peranan tertentu. Seorang Bupati, Gurbernur atau Menteri akan diperlakukan
oleh lingkungan sosialnya dengan kehormatan yang lebih layak diberikan kepada
orang berpangkat tinggi. Berkat perlakuan itu Bupati atau Pejabat tinggi itu
akan membentuk kepribadiannya dengan serasi sesuai dengan jabatannya. Dengan
cara berbicara, senyum, duduk, berpakaian akan disesuaikan dengan perannyayang
lambat laun menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya
sepanjang hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.
Namun
ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan
peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir. Diluar pekerjaannya ia
bebas berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh jabatannya. Akan
tetapi guru diharapkan senantiasa berkelakuan
sebagai guru selama 24 jam sehari. Apa saja yang dilakukannya, kapan saja,
apakah ia makan direstoran, menonton bioskop, menerima tamu di rumah ia harus
senantiasa sadar akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus mempertimbangkan film
apa yang ditontonnya, direstoran mana ia makan, bagaimana ia harus berpakaian
sewaktu menerima tamu.
Kedudukannya
sebagi guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya.
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan
dia.
a. Ciri-ciri
stereotype
Peranan guru
mempengaruhi kelakuannya, karena tuntutan dan harapan masyarakat dari guru
banyak persamaannya maka ciri-ciri kepribadian guru juga banyak menunjukan
persamaan. Pada umumnya terdapat ciri-ciri pada guru adalah sebagai berikut:













Gambaran
di atas tentang ciri-ciri guru tidak dapat dibuktikan kebenarannya, namun orang
mempunyai suatu bayangan tertentu tentang pribadi guru pada umumnya. Walaupun
gambaran itu tidak benar sepenuhnya, orang akan berinteraksi dengan guru
berdasarkan gambaran yang ada padanya.
b. Memilih
Jabatan Guru
Memang sukar mencari
data yang objektif tentang pribadi calon guru dan alasan untuk memilih
pekerjaan sebagai guru. Bila calon-calon guru ditanyakan tentang alasan mereka
memilih pekerjaan guru, biasanya mereka menjawab bahwa pilihan itu sesuai
dengan cita-cita untuk berbakti kepada nusa dan bangsa mendidik generasi muda.
Kita tidak tahu berapa di antara mereka sebenarnya tidak berhasil memasuki
perguruan tinggi lain yang lebih mereka prioritaskan. Bila kita tanyakan kepada
murid-murid SMA jarang ada yang ingin
menjadi guru.
Memilih jabatan sering
tidak dilakukan secara rasional. Lulusan SMA tidak bebas memilih dan memperoleh
jurusan atau fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena keterbatasan
tempat dan banyaknya calon maka seorang menerima apa saja yang diperoleh dan
merasa beruntung walaupun tempat itu tidak sesuai dengan keinginan atau
bakatnya. Studi khasus yang mendalam perlu dilakukan untuk meneliti riwayat
hidup dan motivasi individual myang bersangkutan.
Dalam penelitian
tentang latar belakang sosial mereka yang memilih profesi guru ternyata bahwa
kebanyakan berasal dari golongan rendah atau menengah rendah seperti anak
petani, pegawai daerah, saudagar kecil. Walaupun tidak berarti bahwa semua
anak-anak golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.
Profesi keguruan
khususnya pada tingkat SD semakin lama semakin banyak dipegang oleh kaum
wanita, bahkan di USA atau Jepang dengan
guru tingkat SD selalu dimaksud ibu guru. Lambat laun guru-guru wanita juga
mengajar pada tingkat SM bahkan perguruan tinggi. Bila guru terdiri atas
kebanyakan kaum wanita seperti di SD maka jabatan guru akan diidentifikasikan
dengan pekerjaan wanita sehingga kaum pria akan menjauhinya bila terbuka
pekerjaan lain.
Dalam kenyataan dilihat
bahwa guru-guru menunjukan kepribadian tertentu sesuai dengan jabatan. Memilih
jabatan sesuai bakatnya atau kepribadian guru itu terbentuk selama menjalani
pendidikan atau setelah mereka bekerja sebagai guru dan menyelesaikan diri
dengan norma-norma kelakuan seperti yang diharapkan oleh masyarakat.
Di Amerika Serikat
ternyata banyak guru khususnya pria yang menggunakan pekerjaan itu sebagai batu
loncatan. Juga di negara kita pada saat revolusi banyak kesempatan untuk pindah
pekerjaan yang banyak digunakan oleh guru-guru. Mereka yang mendidik sebagai
guru, khususnya lulusan IKIP banyak mencari pekerjaan diluar keguruan yang
rasanya memberi kepuasan yang lebih besar.
Diatas menujukan
pernyataan apakah mereka yang mencari kompensasi atas rasa infentoritas cenderung
memilih pekerjaan sebagai guru. Dalam kelas guru memegang posisi yang sangat
berkuasa. Ia dapat menegur dan menghukum setiap pelanggaran. Guru pribadi buruk
dapat menyalahgunakan kekuasaannya dalam bentuk sadisme yang sangat merugikan
anak dan dirinya sendiri, karena itu larangan memberikan hukuman fisik harus
dipertahankan. Orang yang mempunyai gangguan mental hendaknya jangan menjadi
guru.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi dengan menunjukan kesediaan
yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan masyarakat. Sekalipun
guru tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia yang menghadapi
keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru senantiasa mendapat perhatian pemerintah
dan masyarakat.
2. Ketegangan
Dalam Profesi Guru
Setiap
pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah
pekerjaan itu sebagai diplomat, penerbang, sopir, dokter bahkan juga guru.
Ketegangan itu tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu akan tetapi
hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu akan tetapi juga tergantung pada
orang yang melakukannya. Setiap individu ingin mencari kepuasan dalam
pekerjaannya, akan tetapi tak selalu kepuasan itu diperoleh karena ada
pengahalangnya. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk mencapai
kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Sifat ketegangan itu
tergantung pada apa yang ingin dicapai seseorang dalam pekerjaannya. Kepuasaan
yang dicapai oleh berbagai individu berbeda-beda. Pekerjaan yang memberi
kepuasan kepada seseorang belum tentu akan memberi kepuasan bagi orang lain.
Apakah menimbulkan dampak ketegangan bagi seseorang mungki juga tidak
berpengaruh terhadap orang lain.
Jabatan
guru tidak dapat dikatakan menjadi idaman atau panggilan bagi kebanyakan pemuda
walaupun tugas mulia, akan tetapi tidak sealu memberikan kepuasan yang dicari
orang dalam jabatannnya. Yang diharapakan dari jabatan sebagai guru antara
lain:




Guru
sendiri tidak mempunyai gambaran jelas mengenai statusnya ditengah-tengah
jabatan lain. Bila ia beranggapan bahwa guru yang melakukan tugas begitu mulia
mempunyai kedudukan yang tinggi, mungkin ia akan mengalami ketegangan dan
finansial melihat kenyataan bahwa guru itu memang dihormati tetapi tidak
diberikan status yang tinggi dibandingkan dengan jabatan lain. Mungkin
pertimbangan banyak orang didasarkan aspek finansial dan bukan pada hakekat
pekerjaan guru.
Ketegangan
juga dapat ditimbulkan oleh persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui
sebagai profesi. Tanpa melalui pendidikan keguruan seorang dapat mengajar, hal
yang tidak mungkin terjadi dengan
profesi kedokteran atau hukum. Diadakannya Akta V dapat dipandang sebagai
pengakuan atas perlunya pendidikan khususnya keguruan agar dapat mengajar
dengan bertanggungjawab. Sumber ketegangan guru juga terletak dalam pekerjaan
guru di dalam kelas. Pada saat itu guru diuji kemampuannya dalam profesinya
kesanggupannya untuk mengatur proses belajar mengajar agar berhasil baik
sehingga memuaskan bagi setiap murid. Gangguan disiplin, kenakalan, kemalasan
frustasi bagi guru yang benar-benar melibatkan diri dalam proses itu.
3. Kedudukan
dan peranan guru
Peranan
guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, pengajar,
pendidik dan pegawai. Yang utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan
pendidik yaitu sebagai guru. Berdasarkan kedudukan sebagai guru ia harus
menunjukan kelakuan baik sehingga layak
untuk dilihat oleh kalangan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek
etis, intelektual, dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang
dewasa lainnya. guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi
teladan di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan
kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia selalu dipandang
sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh
masyarakat khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan
dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kencaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti
berjudi, mabuk, korupsi, namun kalau melakukannya maka dianggap sangat serius.
Guru akan berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya.
Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin mengahasilkan anak didik
yang mempunyai etika tinggi.
Guru-guru
memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan
menjadikannya sebagai norma kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikannya
sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar
sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasikan norma-norma itu
sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua
guru di suatu negara ada pula yang ditentukan oleh norma-norma yang khas
berlaku di daerah tertentu menurut adat istiadat yang terdapat di lingkungan
itu.
Kedudukan
guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita
orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab itu guru lebih tua daripada
muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati,
apalagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak
kepada orangtuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadapat gurunya dan
sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anaknya.
Ada
anggapan bahwa dewasa ini rasa hormat anak muda terhadap orangtua semakin
menurun. Erosi kewibawaan orangtua
mungkin disebabkan oleh peranan generasi muda dalam revolusi kemerdekaan, oleh
pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda, oleh ketidakmampuan
orangtua mempertahankan kedudukan yang dipegangnya sediakala dalam dunia
feodalpatriarkal yang sediakala dalam dunia demokrasi industri yang modern.
Sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalam kerja, golongan,
ijazah, dan lama masa kerja.
4. Peranan
guru sehubungan dengan murid
Peranan
guru dalam hubungannnya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi
sosial yang dihadapinya yaitu situasi formal dlam proses belajar mengajar dalam
kelas dan dalam situasi informal. Dalam situasi formal yaitu, dalam usaha guru
mendidik dan mengajar anak dalam kelas harus sanggup menunjukan kewibaan atau
orientasinya, artinya ia harus mampu mengendalikan , mengatur, dan mengontrol
kelakuan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak
untuk belajar, mengerjakan tugasnya bahkan juga mentaati peraturan. Dengan
kewibawaan ia menegaskan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar
mengajar.
Dalam
pendidikan kewibawaan merupakan syarat mutlak. Mendidik adalah membimbing anak
dalam perkembangannya kearah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya
mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila
pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang
komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Adanya
kewibawaan guru dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:









Kewajiban
yang sejati tidak diperoleh dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman
akan memberikan nilai rendah bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun
kedudukan sebagai guru telah memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu
harus lagi didukung oleh kepribadian guru.
Dalam
situasi sosial informal guru dapat mengendorkan hubungan formal dan jarak
sosial, misalnya sewaktu rekreasi, olahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya.
murid menyukai guru pada waktu demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan
mereka, dapat tertawa dan bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya
dapat menyesuaikan perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan
tetapi bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi didalam
kelas akan menimbulkan kesulitan displin bagi murid itu sendiri. Dalam
masyarakat kita yang sedikit banyak masih bercorak otoriter-partirkal mungkin
sikap demokratis masih belum dapat dijalankan sepenuhnya.
Walaupun
guru bertindak otoriter dengan menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap
sebagai kejam. Guru dapat bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga
jangan sampai menyinggung perasaan dan harga diri muridnya. Ini mungkin selama
ia mengecam kesalahan yang dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi
anak itu sendiri. Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandang
sebagai guru yang baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia
untuk membantunya.
Pada
pihak guru harus bersikap otoriter dapat mengontrol kelakuan murid, dapat
menjalankan kekuasaanya untuk menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil
belajar yang baik dan untuk itu ia menjaga adanya jarak dengan murid. Di lain
pihak ia harus dapat menunjukan sikap
bersahabat dan dapat bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang
berpengalaman akan menjalankan perannya menurut situasi sosial yang dihadapi.
Kegagalan dalam hal ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala
sekolah, rekan-rekan guru dan orangtua murid.
5. Peran
guru dalam masyarakat
Peranan
guru dalam masyrakat anatara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang
kedudukan guru. Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat
terhormat karena hanya mereka yang terpilihn dapat memasuki pendidikan guru.
Hingga kini citra guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan
yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan
guru selalu dipandang dalam hubungan dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat dan tak
harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi
keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru
semat-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu
atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan bangsa
dan masa depan bangsa.
Karena
kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan yang tinggi tentang
peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru bahkan dapat
menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru. Pada umunya guru tidak
menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakekatnya membatasi kebebasan mereka. Guru sendiri menerima pembatasan itu
sebagai sesutu yang wajar. Pelanggaran oleh guru juga dikecam oleh
rekan-rekannya. Mungkin sekali bila mereka yang memasuki lembaga pendididkan
guru pada prinsipnya telah menerima norma-norma kelakuan yang ditentukan oleh
masyrakat. Guru menerima harapan agar mereka menjadi suri tauladan bagi anak
didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi. Walaupun demikian
ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan dengan beberapa puluh
tahun yang lalu.
Pada
zaman kolonial jumlah guru masih sangat terbatas. Karena pegawai yang menduduki
tempat tinggi di kalangan orang indonesia. Kedudukan yang tinggi umumnya
dipegang oleh orang Belanda. Setelah kemerdekaan semua jabatan yang dahulu
dipegang oelh orang penjajah jatuh ketangan orang indonesia sehingga kedudukan
guru relatif merosot. Kepala H.I.S (SD) dahulu pangkat yang sangat tinggi yang
hanya diduduki oleh beberapa orang indonesia yang memilki ijazah tertentu yang
jarang dapat diperoleh orang indonesia. Sekarang tidak ada lagi memandang
kepala SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumlah guru sangat
banyak bertambah dalam usaha pemerataan pendidikan. Medidik guru dalam jumlah
yang besar dalam waktu yang sangat cepat dapat menimbulkan masalah dalam
pemilihan guru yang baik serta membina kepribadian guru. Namun diharapkan bahwa
mereka sepanjang jabatannya sebagai guru berangsur-angsur membina dirinya
menjadi guru yang kita harapkan.
6. Peranan
guru dalam hubungannya dengan guru-guru lain dan kepala sekolah
Sebagai
pegawai negri dan anggota KORPRI tiap guru harus mentaati segala peraturan
kepegawaian dalam melakukan tugasnya. Bagi guru ini berarti bahwa ia harus
hadir pada setiap pelajaran agar tidak merugikan murid. Selain peraturab umum
bagi pegawai tiap-tiap sekolah mempunyai peraturan-peraturan khusus tentang
berbagai tugas lain yang harus dilakukan oleh guru seperti membantu
administrasi sekolah, tugas piket, membimbing kegiatan ekstrakulikuler, menjadi
anggota panitia, menjadi wali kelas, dan sebagainya.
Sebagai
pengajar ia harus membuat persiapan, memberi, dan memeriksa ulangan, mengabsen
murid, mengahadiri rapat guru. Dalam segala tugas kewajiban ia senantiasa di
bawah pengawasan kepala sekolah yang harus memberi konduite yang baik agar
memperoleh kenaikan tingkat. Dengan sendirinya guru akan mematuhi peraturan dan
instruksi dari atasanya.
Berdasarkan
kekuasaan yang dipegang oleh kepala sekolah terbuka kemungkinan baginya untuk bertindak
otoriter. Sikap ini dapat menjelma dalam sikap otoriter guru terhadap murid.
Namun pada umumnya guru menginginkan kepala sekolah yang demokratis yang
mengambil keputusan berdasarkan
musyawarah, walaupun dalam situasi tertentu diinginkan pimpinan yang
berani bertindak tegas dengan penuh otoritas.
Guru-guru
cenderung bergaul dengan sesama guru. Guru terikat oleh norma-norma menurut
harapan masyarakat yang dapat menjadi hambatan untuk mencari pergaulan antara
sesama rekan dapat memelihara kedudukan dan perannya sebagai guru. Itu sebabnya
guru-guru akan membantu cliquenya sendiri.
Perkumpulan
guru juga menggambarkan peranan guru. PGRI misalnya bersifat profesional yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekalipun juga disebut perbaikan
guru. Namun guru-guru pada umumnya kurang dapat menerima perkumpulan guru sebagai serikat buruh. Mengajar dan
mendidik sejak dulu dipandang sebagai profesi kehormatan yang tidak semata-mata
ditunjukan kepada keuntungan materill. Memperjuangkan nasib melalui perkumpulan
guru dengan menonjolkan soal upah bertentangan dengan hati sanubari guru
sekalipun ia turut merasa kesulitan hidup sehari-hari.
Dengan
usaha menggunakan perkumpulan guru sebagai alat memperjuangkan perbaikan nasib
mungkin dari kalangan kepala sekolah atau mereka yang telah mempunyai kedudukan
yang cukup tinggi karena tidak ingin mendapat teguran dari rekan itu. Adanya
perkumpulan guru memberi kesempatan bagi guru untuk lebih mengidentifikasikan
dirinya dengan profesinya.
0 komentar:
Posting Komentar