KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME. bahwa penulis telah menyelesaikan
tugas mata kuliah Profesi Keguruan dalam bentuk makalah. Dalam penyusunan tugas
atau materi ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis menyadari
bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang penulis hadapi
teratasi. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
- Bapak Ermanto selaku dosen mata kuliah Anak
Berkebutuhan Khusus yang telah memberikan tugas, petunjuk, kepada penulis
sehingga penulis termotivasi dan menyelesaikan tugas ini.
- Orang tua yang telah turut membantu baik secara
materiil maupun serta motivasi.
- Teman-teman yang telah memberi masukan yang
positif.
Semoga
materi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak yang
membutuhkan, khususnya bagi penulis sehingga tujuan yang diharapkan dapat
tercapai, Amiin.
Salatiga, 22 November 2012
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN UTAMA
KATA PENGANTAR............................................................................................
1
PENDAHULUAN................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................ 2
BAB I PENDAHULUAN
A.
Rumusan Masalah………………………………………………………….. 4
B.
Tujuan ……………………………………………………………………... 5
C.
Metode Penulisan…………………………………………………………... 5
D.
Sistematika Penulisan……………………………………………………… 5
BAB II ISI
A.
Pengertian Kepribadian………………….,………………………………… 6
B.
Kepribadian Guru …………………………………………………………. 6
C.
Perkembangan
Kepribadian Guru………………………………………….
6
D.
Guru Sebagai Teladan ……………………………………………………... 11
Karakteristik Guru Teladan………………………………………………... 12
E.
Tugas Persona Guru………………………………………………………… 13
F.
Guru yang Baik ……………………………………………………………. 13
G.
Citra Guru dimasyarakat…………………………………………………… 14
H.
Prototipe Guru………………………………………………………………
14
1.
Guru yang Malas ………………………………………………………. 15
2.
Guru yang Pudar ……………….……………………………………… 15
3.
Guru Tua……………………………………………………………….. 15
4.
Guru yang Kurang
Demokratis………………………………………… 15
5.
Guru yang Suka
Menentang……………………………………………. 15
I.
Kedudukan dan Peran
Guru……………………………………………….. 15
J.
Peran Guru Sehubungan
dengan Murid…………………………………….. 16
K.
Peran Guru Dalam
Masyarakat…………………………………………….. 19
L.
Profil Guru dalam
Konteks Budaya……………………………………….. 20
M.
Ketegangan dalam
Profesi Guru…………………………………..……….. 21
BAB III PENUTUP
- Kesimpulan…………………………………………………………………. 23
- Saran………………………………………………………………………… 23
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………….. 24
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Guru merupakan
seorang insan yang sentiasa diperhatikan oleh masyarakat. Setiap tingkah laku,
gerak geri dan aktiviti yang dilakukan akan dinilai oleh semua orang, terutamanya
anak didik di sekolah masing-masing.Tugas guru bukan sekadar menyampaikan ilmu
pengetahuan semata-mata, malahan tingkah laku dan amalan baik mereka akan
sentiasa menjadi ikutan dan rujukan oleh semua pihak. Walau pun penghormatan
terhadap guru pada suatu masa dahulu adalah begitu dimuliakan oleh ahli
masyarakat, namun masa kini masih lagi masyarakat menyanjung guru.
Guru menjadi ibu bapa
'sementara' kepada murid semasa mereka berada di sekolah.Sekiranya amalan,
perbuatan dan tingkah laku baik mereka disaksikan oleh murid, maka ianya akan
menjadi ikutan dan dihormati. Sekiranya guru berpakaian yang sopan dan sesuai,
bertutur dengan sopan, maka murid akan meniru contoh amalan yang baik ini. Maka
wajarlah guru itu dikatakan sebagai tauladan sekiranya mereka memilih
mengerjakan yang terbaik dan mengajak kepada kebaikan melalui teladan.
Orang yang melakukan sesuatu kebaikan akan memperolehi
pahala yang sama dengan orang yang mengikutinya.Oleh itu sekiranya contoh
teladan yang baik dan menepati kehendak Islam itu diikuti secara berterusan
oleh orang lain, maka orang yang melakukan contoh teladan yang baik itu akan
mendapat pahala berterusan sekali pun dia sudah meninggal dunia.
B.
Rumusan Masalah
a.
Apakah pengertian
kepribadian?
b.
Bagaimana Kepribadian
Guru ?
c.
Bagaimanakah
perkembangan kepribadian guru ?
d.
Guru sebagai teladan
e.
Apakah tugas persona
guru?
f.
Bagaimana citra guru
dimasyarakat?
g.
Apakah prototipe guru?
h.
Bagaimana kedudukan dan
peran guru dengan murid dan masyarakat?
i.
Bagaimana profil guru
dalam konteks kebudayaan?
j.
Bagaimana ketegangan
dalam profesi guru?
C.
Tujuan
Makalah ini bertujuan
agar mahasiswa sebagai calon guru mampu mengetahui arti penting dari
menampilkan diri sebagai pribadi berakhlak mulia dan menjadi teladan bagi
peserta didik dan masyarakat sehingga pada saat mahasiswa terjunlangsung
dimasyarakat mahasiswa dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
D.
Metode
Dalam penulisan makalah ini penulis
menggunakan metode telaah pustaka dan juga dari sumber lain yang berasal dari
internet yang dapat digunakan sebagai reverensi.
E.
Sistematika Penulisan
1.
Pengumpulan data dari
berbagai sumber
2.
Penentuan materi yang
akan disampaikan
3.
Penulisan hasil data
yang diperoleh
4.
Penyusunan data yang
diperoleh menjadi suatu makalah
BAB II
ISI
Menampilkan Diri Sebagai Pribadi
yang Berakhlak Mulia
dan Menjadi Teladan Bagi
Peserta Didik dan Masyarakat
A.
Pengertian Kepribadian
Dalam membahas lebih lanjut mengenai materi ini
kepribadian merupakan kata kunci yang perlu dipahami .Kepribadian
sendiri mempunyai banyak arti,
pengertian pepribadian secara umum yaitu kepribadian
menunjuk pada bagaimana individu tampil dan menimbulkan kesan bagi
individu-individu lainnya. Namun
disini kita akan membahas mengenai kepribadian Guru dan seperti yang kita
ketahui guru merupakan pendidik yang diserahi orang tua siswa untuk mendidik
anak-anaknya.Meskipun orangtua merupakan pendidik secara kodrati, namun ketika
peserta didik disekolah gurulah yang bertanggungjawab memberikan pendidikan.
B.
Kepribadian
Guru
Kepribadian guru merupakan satu sisi yang
selalu menjadi sorotan karena guru menjadi teladan baik bagi anak didik atau bagi
masyarakat sehingga guru harus bisa menjaga diri dengan
tetap mengedepankan profesionalismenya dengan penuh amanah, arif, dan
bijaksana. Dengan demikian masyarakat dan peserta didik lebih mudah
meneladani guru yang memiliki kepribadian yang utuh bukan
kepribadian yang terbelah.
Kepribadian guru ternyata mempunyai
banyak kesamaan mengenai gambaran orang pada umumnya tentang guru, sehingga
terbentuklah strereotype guru. Walaupun
gambaran tentang guru tidak lengkap dan mungkin juga tidak seluruhnya, namun
orang akan berinteraksi dengan guru berdasarkan stereotype guru itu. Guru
merupakan sumber pengetahuan utama bagi murid-muridnya, namun pada umumnya
orang memandang guru sebagai orang yang
pandai yang mempunyai intelegensi tinggi. Orang yang ber-IQ tinggi akan menjadi
dokter atau insinyur dan tidak menjadi guru, walaupun dalam kenyataan terbukti
bahwa guru yang beralih jabatannya dapat melakukan tugas dengan baik sebagai
Jenderal, Gurbernur, Menteri Duta Besar, Bupati atau Camat, juga sebagi
usahawan, seniman, pengarang, dan sebagainya. Walaupun demikian orang tetap
berpegang pada stereotype.
Guru memang tak ada lainnya dengan
pekerjaan lain. Guru wanita bila dibandingkan dengan gadis atau wanita lain
yang bekerja di kantor, bersifat serius,
berpakaian lebih konservatif karena enggan mengikuti mode terbaru, bahkan tak
malu menggunakan pakaian yang sama berulang-ulang. Guru lebih kritis terhadap
kelakuan orang lain, mungkin telah terbiasa mengecam kelakuan murid. Guru
wanita tidak mudah bergaul dengan sembarangan orang. Dalam hiburan seperti
menonton bioskop ia membatasi diri dan tak suka berjumpa muridnya di tempat
yang sama. Dari percobaan tampak bahwa orang memiliki gambaran stereotype guru
yaitu orang yang serius, sadar akan harga diri, bersikap menjaga jarak dengan
orang lain.
C.
Perkembangan
Pribadi Guru
Kepribadian
guru terbentuk atas pengaruh kode kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat dan sifat pekerjaannya. Guru harus menjalankan perannya menurut
kedudukannya dalam barbagai situasi. Kelakuan yang tidak sesuai dengan peranan
itu mendapat kecaman dan harus dielakkannya. Sebaliknya kelakuan yang sesuai
akan dimantapkan dan norma-norma kelakuan akan diinternalisasikan dan menjadi
suatu aspek dari kepribadian.
Dalam
situasi kelas guru mengahadapi sejumlah murid yang harus dipandangnya sebagai
“anaknya”. Sebaliknya murid-murid akan memperlakukannya sebagai bapak atau ibu
guru. Berkat kedudukan maka guru didewasakan, di “tuakan” sekalipun menurut
usia yang sebenarnya belum pantas menjadi “orang tua”. Orang tua murid akan
memandang guru sebagai “partner” yang setaraf kedudukannya dan mempercayakan
anak mereka untuk diasuh guru. Dalam menjalankan peranannya sebagai guru ia
lambat laun membentuk
Kepribadiannya. Ia diperlukan oleh
lingkungannya sebagai guru dan ia akan bereaksi sebagai guru pula. Ia menjadi
guru karena diperlukan dan berlaku sebagai guru.Apa yang terjadi dengan guru
juga terdapat pada orang lain yang mempunyai kedudukan dan peranan tertentu.
Seorang Bupati, Gurbernur atau Menteri akan diperlakukan oleh lingkungan
sosialnya dengan kehormatan yang lebih layak diberikan kepada orang berpangkat
tinggi. Berkat perlakuan itu Bupati atau Pejabat tinggi itu akan membentuk
kepribadiannya dengan serasi sesuai dengan jabatannya. Dengan cara berbicara,
senyum, duduk, berpakaian akan disesuaikan dengan perannyayang lambat laun
menjadi ciri kepribadiannya yang mungkin akan melekat pada dirinya sepanjang
hidupnya walaupun ia telah meninggalkan jabatannya.
Namun
ada pula orang yang hanya berkelakuan menurut jabatannya selama ia menjalankan
peranan itu, seperti pegawai kantor, saudagar, supir. Diluar pekerjaannya ia
bebas berkelakuan menurut kehendaknya tanpa terikat oleh jabatannya. Akan
tetapi guru diharapkan senantiasa
berkelakuan sebagai guru selama 24 jam sehari. Apa saja yang dilakukannya,
kapan saja, apakah ia makan direstoran, menonton bioskop, menerima tamu di
rumah ia harus senantiasa sadar akan kedudukannya sebagai guru. Ia harus
mempertimbangkan film apa yang ditontonnya, direstoran mana ia makan, bagaimana
ia harus berpakaian sewaktu menerima tamu.
Kedudukannya
sebagi guru akan membatasi kebebasannya dan dapat pula membatasi pergaulannya.
Ia tidak akan diajak melakukan kegiatan yang rasanya kurang layak bagi guru. Ia
akan mencari pergaulannya terutama dari kalangan guru yang sependirian dengan
dia.
1.
Ciri-ciri stereotype
Peranan guru mempengaruhi kelakuannya,
karena tuntutan dan harapan masyarakat dari guru banyak persamaannya maka
ciri-ciri kepribadian guru juga banyak menunjukan persamaan. Pada umumnya
terdapat ciri-ciri pada guru adalah sebagai berikut:
v Guru
tidak memperhatikan kepribadian yang fleksibel. Ia cenderung mempunyai
pendirian yang tegas dan mempertahankannya. Ia juga kurang terbuka bagi
pendirian lain yang berbeda, karena sifat ini ia sulit melihat kebenaran
pendapat orang lain atau cara orang lain memecahkan suatu masalah.
v Guru
tidak suka diberi pernyataan oleh murid apalagi menerima jawaban yang berbeda
dengan guru.
v Guru
pandai menahan diri. Ia sangat berhati-hati dan tidak segera menceburkan diri
dalam pergaulan orang lain. Karena itu ia tidak dapat memberikan partisipasi
penuh dlam kegiatan sosial.
v Guru
cenderung untuk menjauhkan karena hambatan batin untuk bergaul secara intim
dengan orang lain. Orang lain akan sukar untuk mengadakan hubungan akrab dengan
guru.
v Guru
berusaha menjaga harga diri dan merasa keterkaitan kelakuannya pada norma-norma
yang berkenaan dengan kedudukannya. Baginya guru yang terhormat dan karena itu
ia harus berkelakuan sesuai dengan kedudukannya itu.
v Guru
cenderung untuk bersikap otoriter dan ingin menggurui dalam diskusi. Sebagai
orang yang serba tahu dalam kelas ia akan memperlihatkan sikap yang sama diluar
kelas.
v Guru
cenderung bersifat konservatif baik dalam pendiriannya maaupun dalam hal-hal
lahiriah seperti mengenai pakaian. Sebagai guru ia bertugas untuk menyampaikan
kebudayaan nenek moyang kepada generasi muda dan dengan demikian turut
mempertahankan dan mengawetkan kebudayaan.
v Guru
pada umumnya tidak didorong oleh motivasi yang kuat untuk menjadi guru. Seorang
memasuki lembaga pendidikan guru sering karena pilihan lain tertutup.
v Guru
pada umumnya tidak mempunyai ambisi yang kuat untuk mencapai kemajuan.
v Guru
lebih cenderung untuk mengikuti pimpinan dari pada memberi pimpinan.
v Guru
dipandang kurang agresif dalam menghadapi berbagai masalah.
v Guru
cenderung untuk memandang guru-guru sebagai kelompok yang berbeda dari golongan
pekerja lainnya. Kecenderungan ini turut menimbulkan stereotype guru.
v Guru
menunjukan kesediaan untuk berbakti dan berjasa.
Gambaran di atas tentang ciri-ciri guru tidak dapat
dibuktikan kebenarannya, namun orang mempunyai suatu bayangan tertentu tentang
pribadi guru pada umumnya. Walaupun gambaran itu tidak benar sepenuhnya, orang
akan berinteraksi dengan guru berdasarkan gambaran yang ada padanya.
2. Memilih
Jabatan Guru
Memang
sukar mencari data yang objektif tentang pribadi calon guru dan alasan untuk
memilih pekerjaan sebagai guru. Bila calon-calon guru ditanyakan tentang alasan
mereka memilih pekerjaan guru, biasanya mereka menjawab bahwa pilihan itu
sesuai dengan cita-cita untuk berbakti kepada nusa dan bangsa mendidik generasi
muda. Kita tidak tahu berapa di antara mereka sebenarnya tidak berhasil
memasuki perguruan tinggi lain yang lebih mereka prioritaskan. Bila kita
tanyakan kepada murid-murid SMA jarang
ada yang ingin menjadi guru.
Memilih
jabatan sering tidak dilakukan secara rasional. Lulusan SMA tidak bebas memilih
dan memperoleh jurusan atau fakultas menurut keinginan masing-masing. Karena
keterbatasan tempat dan banyaknya calon maka seorang menerima apa saja yang
diperoleh dan merasa beruntung walaupun tempat itu tidak sesuai dengan
keinginan atau bakatnya. Studi khasus yang mendalam perlu dilakukan untuk
meneliti riwayat hidup dan motivasi individual myang bersangkutan.
Dalam
penelitian tentang latar belakang sosial mereka yang memilih profesi guru
ternyata bahwa kebanyakan berasal dari golongan rendah atau menengah rendah
seperti anak petani, pegawai daerah, saudagar kecil. Walaupun tidak berarti
bahwa semua anak-anak golongan ini akan memilih jabatan sebagai guru.
Profesi
keguruan khususnya pada tingkat SD semakin lama semakin banyak dipegang oleh
kaum wanita, bahkan di USA atau Jepang
dengan guru tingkat SD selalu dimaksud ibu guru. Lambat laun guru-guru
wanita juga mengajar pada tingkat SM bahkan perguruan tinggi. Bila guru terdiri
atas kebanyakan kaum wanita seperti di SD maka jabatan guru akan
diidentifikasikan dengan pekerjaan wanita sehingga kaum pria akan menjauhinya
bila terbuka pekerjaan lain.
Dalam
kenyataan dilihat bahwa guru-guru menunjukan kepribadian tertentu sesuai dengan
jabatan. Memilih jabatan sesuai bakatnya atau kepribadian guru itu terbentuk
selama menjalani pendidikan atau setelah mereka bekerja sebagai guru dan
menyelesaikan diri dengan norma-norma kelakuan seperti yang diharapkan oleh
masyarakat.
Di
Amerika Serikat ternyata banyak guru khususnya pria yang menggunakan pekerjaan
itu sebagai batu loncatan. Juga di negara kita pada saat revolusi banyak
kesempatan untuk pindah pekerjaan yang banyak digunakan oleh guru-guru. Mereka
yang mendidik sebagai guru, khususnya lulusan IKIP banyak mencari pekerjaan
diluar keguruan yang rasanya memberi kepuasan yang lebih besar.
Diatas
menujukan pernyataan apakah mereka yang mencari kompensasi atas rasa
infentoritas cenderung memilih pekerjaan sebagai guru. Dalam kelas guru
memegang posisi yang sangat berkuasa. Ia dapat menegur dan menghukum setiap
pelanggaran. Guru pribadi buruk dapat menyalahgunakan kekuasaannya dalam bentuk
sadisme yang sangat merugikan anak dan dirinya sendiri, karena itu larangan
memberikan hukuman fisik harus dipertahankan. Orang yang mempunyai gangguan
mental hendaknya jangan menjadi guru.
Tidak
dapat dipungkiri bahwa kebanyakan guru bekerja dengan penuh dedikasi dengan
menunjukan kesediaan yang tinggi untuk berbakti kepada pendidikan anak dan
masyarakat. Sekalipun guru tidak menonjolkan upah finansial ia juga manusia
yang menghadapi keluarganya. Maka sudah selayaknya nasib guru senantiasa
mendapat perhatian pemerintah dan masyarakat.
D. Guru
Sebagai Teladan
Peran guru dalam
implementasi/pelaksanaan pendidikan budi pekerti tidak mudah.Guru dituntut
menjadi figur: ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri
handayani.
Ungkapan ini, menurut Ki Hajar dewantara diartikan sebagi sikap pimpinan (guru)
harus mampu memberi teladan kepada murid-muridnya, seperti bertindak jujur dan
adil. Guru juga harus mampu memberi motivasi kepada murid untuk belajar keras.
Guru juga perlu untuk memberikan kepercayaan kepada muridnya untuk mempelajari
sesuatu sesuai minat dan kemampuannya. Guru tinggal merestui dan mengarahkan
saja.
Pendek
kata, guru hendaknya menjadi garda (garis depan), memberi
contoh, menjadi motivator, dalam penanaman budi pekerti. Sering ada pepatah
yang menyinggung pribadi guru, yaitu sebagai figur yang harus digugu (dianut)
dan ditiru. Inilah figur ideal yang didambakan setiap bangsa. Figur inilah yang
menghendaki seorang guru perlu menjadi suri teladan dalam aplikasi pendidikan
budi pekerti. Jika guru sekedar bisa ceramah atau omong kosong saja,
kemungkinan besar anak akan kehilangan teladan.
Sikap
dan tindakan guru, langsung ataupun tidak langsung akan menjadi acuan dan
contoh murid-muridnya. Kalau begitu, budi pekerti guru harus juga mencerminkan
pribadi luhur yang ideal.Untuk itu, dalam tulisan ini akan diungkap
karakteristik guru ideal yang bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Berdasarkan citra guru ideal itu, murid-murid akan belajar budi pekerti. Jika
seorang guru sampai berbuat yang menyimpang dari kriteria tersebut, berarti
murid akan semakin kacau balau. Hal ini menunjukkan manakala seorang guru
memberikan teladan yang buruk, murid-murid akan semakin runyam keberadaannya.
Karena itu, guru harus menjadi potret budi pekerti yang luhur, agar
murid-muridnya semakin berakhlak baik. Ahmad Syauqi berkata: “Jika guru berbuat
salah sedikit saja, akan lahirlah siswa-siswa yang lebih buruk darinya.”
1. Karakteristik Guru Teladan
Untuk bisa menjadi teladan, maka ada beberapa karakteristik yang
perlu diperhatikan sebagaimana diungkap oleh Mahmud Samir al-Munir dalam
bukunya al-Mu’allimur Rabbany-Guru Teladan.
a. Karakteristik
Akidah, Akhlak dan Prilaku
Guru
harus mempunyai akidah yang bersih dari hal-hal yang bertentangan dengannya.
Senantiasa merasa diawasi oleh Tuhan dimanapun
berada, melakukan koreksi diri atas kelalaian dan kesalahan. Menanamkan
sikap rendah hati, jangan sampai
timbul perasaan iri dan sombong. Guru harus berakhlak mulia, berkelakuan baik, dan
menjauhi hal-hal yang bertentangan dengan hal itu, baik di dalam maupun di luar
kelas. Mampu mengatur waktu dengan baik, sehingga tidak ada waktu yag
terlewatkan tanpa mendatangkan manfaat.
b. Karakteristik
Profesional.
Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan bagi seorang guru dan dibutuhkan dalam proses belajar mengajar,
yakni sebagai berikut: Menguasai materi pelajaran dengan matang melebihi
siswa-siswanya dan mampu memberikan pemahaman kepada mereka secara baik. Guru
harus memiliki kesiapan alami (fitrah) untuk menjalani proses mengajar, seperti
pemikiran yang lurus, jernih, tidak
melamun, berpandangan jauh ke depan, cepat tanggap, dan dapat mengambil
tindakan yang tepat pada saat-saat kritis.
Guru harus menguasai
cara-cara mengajar dan menjelaskan. Dia mesti menelaah buku-buku yang berkaitan
dengan bidang studi yang diajarkannya. Sebelum memasuki pelajaran, guru harus
siap secara mental, fisik, waktu dan ilmu (materi). Maksud kesiapan mental dan
fisik adalah tidak mengisi pelajaran dalam keadaan perasaan yang kacau, malas
ataupun lapar. Kesiapan waktu adalah dia mengisi pelajaran itu dengan jiwa yang
tenang, tidak menghitung tiap detik yang berlalu, tidak menanti-nanti waktu
usainya atau menginginkan para siswa membaca sendiri tanpa diterangkan
maksudnya, atau menghabiskan jam pelajaran dengan hal-hal yang tidak ada
gunanya bagi siswa. Sedangkan maksud kesiapan ilmu adalah dia menyiapkan materi
pelajaran sebelum masuk kelas. Dia menyiapkan apa yang dikatakannya. Sebiasa
mungkin, dia menghindari spontanitas dalam mengajar jika tidak menguasai
materinya.
E.
Tugas
Persona Guru
Salah satu tugas guru adalah adanya tugas
persona Itulah sebabnya guru setiap guru perlu menatap dirinya dan memahami
konsep dirinya. Guru itu digugu dan ditiru.Dalam bukunya Student Teacher in Action P. Wiggens menulis tentang potret diri
sebagai pendidik. Ia menulis bahwa seorang guru harus bisa berkaca pada drinya
sendiri.
Setelah mengajar guru hendaknya
melakukan refleksi pada dirinya sendiri.
Ia bertanya pada diri sendi, apakah ada hasil yang diperoleh oleh
peserta didiknya? Atau setelah selesai mengajar dia bertanya pada dirinya
sendiri apakah siswa mengerti apa yang telah diajarkan.
F.
Guru
yang Baik
Baik dalam arti ini mempunyai konotasi sifat-sifat
yang baik sifat-sifat ini dari asumsi dasar bahwa manusia ini sejak lahir sudah
membawa sifat-sifat yang baik, dan yang dikegorikan baik disini adalah:
1. Sabar
2. Setia
3. Jujur
4. Ramah
5. Tegas
6. Taat
7. Tanggungjawab
8. Berinisiatif
9. Luwes
10. Berwibawa
Witty telah mengumpulkan sejumlah sifat
kepribadian yang lebih diinginkan para siswa. Sejumlah 14.000 siswa, mulai dari
kelas SD sampai tingkat SLTA, telah memberikan pendapat mereka mengenai
sifat-sifat yang disukai dari seorang guru adalah:
-
Mau bekerjasama dan
demokratis,
-
Ramah-tamah dan suka
mendengarkan orang lain,
-
Penampilan pribadi yang
menyenangkan dan sopan-santun,
-
Jujur
-
Suka humor
-
Kemampuan kerja yang
baik dan konsisten
-
Menaruh perhatian pada
problem-problem siswa,
-
Fleksibel dalam acara
mengajar,
-
Bisa menggunakan pujian
dan mau memperbaiki,
-
Pandai sekali dalam
mengajar pada bidang studi.
G.
Citra Guru di Masyarakat
Salah
satu masalah yang dapat mengganggu ketentraman guru ialah masalh penyesuaian
sosial, bagaimana seorang guru dapat diterima dalam lingkungan masyarakat.
Dalam hal ini guru harus pandai menempatkan diri di masyarakat. Berbagai
kegiatan layanan masyarakat dapat membantu guru untuk ikut aktif
berpartisipasi.
Smith menyarankan lima
hal yang perlu dikerjakan guru dalam penyesuaian diri agar ia diterima
dilingkungannya.
-
Penyesuaian diri dengan
adat kebiasaan masyarakat.
-
Bekerja bersama dalam
kelompok kegiatan organisasi masyarakat.
-
Berhati-hati dalam
penampilan dan berbicara.
-
Cinta serta kerjasama
dan tidak menggurui masyarakat.
H.
Prototipe Guru
Pengertian Prototipe disini adalah tipe yang asli, bentuk, atau contoh dari sesuatu yang
dipakai sebagai contoh yang khas, dasar, atau standar untuk hal-hal lain dari
kategori yang sama.Ada berbagai prototipe guru itu, yaitu antara lain :
1.
Guru yang malas (lazy teacher)
Guru
malas kebanyakan bersumber pada gaji yang tidak cukup, lalu mncari pekerjaan
tambahan di luar untuk memenuhi kebutuhan hidup tiap bulan. Kecendurungan ini
ada juga pada jabatan lain, akibatnya moral kerja makin menurun.
2.
Guru yang pudar
(collorless teacher)
Guru
jenis ini jarang tersenyum, kurang humor, kurang ramah, sukar bergaul, dengan
orang lain.
3.
Guru tua (older
teacher)
Guru
yang sudah lama dinas, ia merasa tersaingi, oleh karena itu menunjukkan harga
diri seolah-olah tinggi, padahal ia sendiri tidak lagi ingin mengembangkan dirinya
agar terus bertumbuh dalam jabatannya.
4.
Guru yang kurang
demokratsis (democratic teacher)
Seseorang
yang sudah lama bekerja biasanya terlalu memusatkan perhatian pada kepuasan
diri sendiri, rasa harga dirinya terlalu tinggi sehingga memperlakukan diri
melebihi batas kebebasan orang lain. Ia bersifat tidak demokratis.
5.
Guru yang suka
menentang ( teacher who disagrees)
Ada
guru yang sangat kritis. Karena berfikir kritis ia selalu suka mengritik orang
lain. Suka mengkritik sudah merupakan suatu kebiasaan (habit). Kecendurungan
semacam ini tidak baik
I.
Kedudukan
dan peranan guru
Peranan
guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, pengajar,
pendidik dan pegawai. Yang utama adalah kedudukannya sebagai pengajar dan
pendidik yaitu sebagai guru. Berdasarkan kedudukan sebagai guru ia harus
menunjukan kelakuan baik sehingga layak
untuk dilihat oleh kalangan masyarakat. Apa yang dituntut dari guru dalam aspek
etis, intelektual, dan sosial lebih tinggi daripada yang dituntut dari orang
dewasa lainnya. guru sebagai pendidik dan pembina generasi muda harus menjadi
teladan di dalam maupun di luar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan
kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia selalu dipandang
sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh
masyarakat khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan
dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kencaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti
berjudi, mabuk, korupsi, namun kalau melakukannya maka dianggap sangat serius.
Guru akan berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan
kepadanya. Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin mengahasilkan
anak didik yang mempunyai etika tinggi.
Guru-guru
memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan
menjadikannya sebagai norma kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikannya
sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar
sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasikan norma-norma itu
sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua
guru di suatu negara ada pula yang ditentukan oleh norma-norma yang khas
berlaku di daerah tertentu menurut adat istiadat yang terdapat di lingkungan
itu.
Kedudukan
guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia orang dewasa. Dalam masyarakat kita
orang yang lebih tua harus dihormati. Oleh sebab itu guru lebih tua daripada
muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati,
apalagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak
kepada orangtuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadapat gurunya dan
sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anaknya.
Ada
anggapan bahwa dewasa ini rasa hormat anak muda terhadap orangtua semakin
menurun. Erosi kewibawaan orangtua
mungkin disebabkan oleh peranan generasi muda dalam revolusi kemerdekaan, oleh
pengaruh kebudayaan asing, oleh sikap kritis para pemuda, oleh ketidakmampuan
orangtua mempertahankan kedudukan yang dipegangnya sediakala dalam dunia
feodalpatriarkal yang sediakala dalam dunia demokrasi industri yang modern.
Sebagai pegawai kedudukan guru ditentukan oleh pengalam kerja, golongan,
ijazah, dan lama masa kerja.
J.
Peranan
guru sehubungan dengan murid
Peranan
guru dalam hubungannnya dengan murid bermacam-macam menurut situasi interaksi
sosial yang dihadapinya yaitu situasi formal dlam proses belajar mengajar dalam
kelas dan dalam situasi informal. Dalam situasi formal yaitu, dalam usaha guru
mendidik dan mengajar anak dalam kelas harus sanggup menunjukan kewibaan atau
orientasinya, artinya ia harus mampu mengendalikan , mengatur, dan mengontrol
kelakuan anak. Kalau perlu ia dapat menggunakan kekuasaannya untuk memaksa anak
untuk belajar, mengerjakan tugasnya bahkan juga mentaati peraturan. Dengan
kewibawaan ia menegaskan disiplin demi kelancaran dan ketertiban proses belajar
mengajar.
Dalam
pendidikan kewibawaan merupakan syarat mutlak. Mendidik adalah membimbing anak
dalam perkembangannya kearah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya
mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila
pendidik mempunyai kewibawaan. Kewibawaan dan kepatuhan merupakan dua hal yang
komplementer untuk menjamin adanya disiplin.
Adanya kewibawaan guru
dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1. Anak
sendiri mengharapkan guru yang berwibawa yang dapat bertindak tegas untuk
menciptakan suasana disiplin dan mereka bersedia mengakui kewibawaan itu. Bila
ada guru baru, mereka sering memuji hingga manakah kewibawaan guru tersebut.
Mereka lebih senang bila guru dalam pengujian kewibawaan guru itu.
2. Guru
dipandang sebagai pengganti orangtua terlebih pada tingkat SD. Bila di rumah
anak itu mematuhi ibunya, maka lebih mudah ia menerima dan mengakui kewibawaan
guru itu.
3. Pada
umumnya setiap orangtua mendidik anaknya agar patuh kepada guru. Bila guru
digambarkan sebagai orang yang harus dihormati sebagai orang yang berhak
menghukum pelanggaran anak sehingga orangtua senantiasa mendukung guru dalam
segala tindakannya maka guru lebih mudah menegakkan kewibawaannya.
4. Guru
sendiri dapat memelihara kewibawaan dengan menjaga adanya jarak sosial antara
dirinya dengan murid. Kewibawaan akan mudah lenyap bila guru itu terlampau
akrab dengan muridnya dan senada gurau dengan mereka. Sekalipun dalam situasi
informasi guru harus senantiasa menjaga kedudukannya sebagai guru dan tidak
menjadi salah seorang anggota yang sama dengan anak-anak.
5. Guru
harus disebut “ibu guru” atau ”bapak guru” dan dengan julukan itu memperoleh
kedudukan sebagai orang yang dituakan.
6. Dalam
kelas guru tidak duduk atau berdiri di depan murid. Posisi yang menonjol itu
memberikannya kedudukan yang lebih tinggi daripada murid yang harus duduk
tertib di bangku tertentu. Ia senantiasa mengawasi gerak-gerik murid untuk
mengontrol kelakuannya. Sebagai guru ia berhak menyuruh murid untuk melakukan
hal-hal menurut keinginannya.
7. Untuk
guru sering disediakan ruang guru yang khusus yang tidak boleh dimasuki murid
begitu saja.
8. Guru-guru
muda yang ingin bergaul dengan murid sebagai kakak dan akan dinasehati oleh
guru-guru tua yang berpengalaman agar
menjaga jarak dengan murid dan jangan terlampau rapat dengan mereka.
9. Namun
kewibawaan yang sejati diperoleh guru berdasarkan kepribadiaan sendiri. Kepribadiaan
diperoleh dengan mewujudkan norma-norma yang tinggi pada diri guru seperti rasa
tanggungjawab, yang nyata dalam ketaatan pada waktu, persiapan yang cermat,
kerajinan memeriksa pekerjaan murid, kesediaan membimbing dan membantu murid,
kesabaran, ketekunan kejujuran.
Kewajiban yang sejati tidak diperoleh
dengan menyalahgunakan kekuasaan dengan ancaman akan memberikan nilai rendah
bila guru merasa ia kurang dihormati. Sekalipun kedudukan sebagai guru telah
memberi kewibawaan formal, namun kewibawaan itu harus lagi didukung oleh
kepribadian guru.
Dalam situasi sosial informal guru dapat
mengendorkan hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi,
olahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya. murid menyukai guru pada waktu
demikian dapat bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, dapat tertawa dan
bermain lepas dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan
perannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan tetapi bergaul dengan
murid secara akrab sebagai sahabat dalam situasi didalam kelas akan menimbulkan
kesulitan displin bagi murid itu sendiri. Dalam masyarakat kita yang sedikit
banyak masih bercorak otoriter-partirkal mungkin sikap demokratis masih belum
dapat dijalankan sepenuhnya.
Walaupun guru bertindak otoriter dengan
menggunakan wibawanya, namun ia tidak akan dicap sebagai kejam. Guru dapat
bertindak tegas bahkan keras namun dapat menjaga jangan sampai menyinggung
perasaan dan harga diri muridnya. Ini mungkin selama ia mengecam kesalahan yang
dibuat murid agar diperbaiki tanpa menyentuh pribadi anak itu sendiri.
Kebanyakan murid-murid akan tetap menyukainya dan memandang sebagai guru yang
baik asal ia selalu berusaha memahami murid dan bersedia untuk membantunya.
Pada pihak guru harus bersikap otoriter
dapat mengontrol kelakuan murid, dapat menjalankan kekuasaanya untuk
menciptakan suasana disiplin demi tercapainya hasil belajar yang baik dan untuk
itu ia menjaga adanya jarak dengan murid. Di lain pihak ia harus dapat menunjukan sikap bersahabat dan dapat
bergaul dengan murid dalam suasana yang akrab. Guru yang berpengalaman akan
menjalankan perannya menurut situasi sosial yang dihadapi. Kegagalan dalam hal
ini akan merusak kedudukannya dalam pandangan murid, kepala sekolah,
rekan-rekan guru dan orangtua murid.
K.
Peran
guru dalam masyarakat
Peranan
guru dalam masyrakat anatara lain bergantung pada gambaran masyarakat tentang
kedudukan guru. Di negara kita kedudukan guru sebelum Perang Dunia II sangat
terhormat karena hanya mereka yang terpilihn dapat memasuki pendidikan guru.
Hingga kini citra guru masih tinggi walaupun sering menurut yang dicita-citakan
yang tidak selalu sejalan dengan kenyataan.
Pekerjaan
guru selalu dipandang dalam hubungan dengan ideal pembangunan bangsa. Dari guru
diharapkan agar ia manusia idealistis, namun guru sendiri tak dapat dan tak
harus menggunakan pekerjaannya sebagai alat untuk mencari nafkah bagi
keluarganya. Walaupun demikian masyarakat tak dapat menerima pekerjaan guru
semat-mata sebagai mata pencaharian belaka sejajar dengan pekerjaan tukang kayu
atau saudagar. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan bangsa
dan masa depan bangsa.
Karena
kedudukan yang istimewa itu masyarakat mempunyai harapan yang tinggi tentang
peranan guru. Harapan-harapan itu tak dapat diabaikan oleh guru bahkan dapat
menjadi norma yang turut menentukan kelakuan guru. Pada umunya guru tidak
menentang harapan-harapan masyarakat walaupun pada hakekatnya membatasi
kebebasan mereka. Guru sendiri menerima
pembatasan itu sebagai sesutu yang wajar. Pelanggaran oleh guru juga dikecam
oleh rekan-rekannya. Mungkin sekali bila mereka yang memasuki lembaga
pendididkan guru pada prinsipnya telah menerima norma-norma kelakuan yang
ditentukan oleh masyrakat. Guru menerima harapan agar mereka menjadi suri
tauladan bagi anak didiknya. Untuk itu guru harus mempunyai moral yang tinggi.
Walaupun demikian ada kesan bahwa kedudukan guru makin merosot dibandingkan
dengan beberapa puluh tahun yang lalu.
Pada
zaman kolonial jumlah guru masih sangat terbatas. Karena pegawai yang menduduki
tempat tinggi di kalangan orang indonesia. Kedudukan yang tinggi umumnya
dipegang oleh orang Belanda. Setelah kemerdekaan semua jabatan yang dahulu
dipegang oelh orang penjajah jatuh ketangan orang indonesia sehingga kedudukan
guru relatif merosot. Kepala H.I.S (SD) dahulu pangkat yang sangat tinggi yang
hanya diduduki oleh beberapa orang indonesia yang memilki ijazah tertentu yang
jarang dapat diperoleh orang indonesia. Sekarang tidak ada lagi memandang
kepala SD sebagai orang yang berpangkat tinggi. Lagi pula jumlah guru sangat
banyak bertambah dalam usaha pemerataan pendidikan. Medidik guru dalam jumlah
yang besar dalam waktu yang sangat cepat dapat menimbulkan masalah dalam
pemilihan guru yang baik serta membina kepribadian guru. Namun diharapkan bahwa
mereka sepanjang jabatannya sebagai guru berangsur-angsur membina dirinya
menjadi guru yang kita harapkan.
L. Profil Guru
dalam Konteks Budaya
1. Guru di Desa
Guru di desa masih terpandang ia didesa dipandang
sebagai orang yang punya kelebihan guru dipandang sebagai orang yang lebih
banyak tahu dan terpandang. Guru didesa lebih dihormati semua beban pendidikan
yang menyangkut kehidupan masyarakat gurulah yang tampil sebagai pemeran utama.
2.
Guru di
Kota
Guru dikota sibuk bukan hanya sekedar
pengabdian saja, akan tetapi ia sibuk untuk mempertahankan tingkat kehidupan
yang secara ekonomi lebih tinggi dari di desa. Jadi guru harus berusaha
menambah pendapatannya agar ia dapat mempertahankan status dan tingkat
kehidupan ekonominya. Akibatnya kegairahan dorongan mengajar dan
tanggungjawabnya Nampak mengalami gangguan psikologis; sering membalas, suka
membolos dengan berbagai alasan yang masuk akal.
3.
Guru di
daerah Industri
Di daerah industry guru memperoleh gaji yang
relatif cukup. Namun demikian ada masalah lain yang menimbulkan masalah
psikologis. Siswa di daerah industry berasal dari sekolah yang orangtuanya
terpelajar. Seringkali murid dipandang memiliki pengetahuan yang lebih mantap
dari guru karena mereka dari lingkungan yang terpelajar dan terdidik. Para
sisiwa dating kesekolah dengan diantar mobil pribadi milik orangtuanya,
sedangkan guru mereka hanya memakai motor biasa. Dan hal ini sringkali
menimbulkan terjadinya faktof psikologis yang terpengaruh terhadap kinerja
guru.
M.
Ketegangan
Dalam Profesi Guru
Setiap
pekerjaan mengandung aspek-aspek yang dapat menimbulkan ketegangan, apakah
pekerjaan itu sebagai diplomat, penerbang, sopir, dokter bahkan juga guru.
Ketegangan itu tidak hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu akan tetapi
hanya ditentukan oleh sifat pekerjaan itu akan tetapi juga tergantung pada
orang yang melakukannya. Setiap individu ingin mencari kepuasan dalam
pekerjaannya, akan tetapi tak selalu kepuasan itu diperoleh karena ada
pengahalangnya. Ketegangan timbul sebagai akibat hambatan untuk mencapai
kepuasan yang dicari individu dari kedudukannya. Sifat ketegangan itu
tergantung pada apa yang ingin dicapai seseorang dalam pekerjaannya. Kepuasaan
yang dicapai oleh berbagai individu berbeda-beda. Pekerjaan yang memberi
kepuasan kepada seseorang belum tentu akan memberi kepuasan bagi orang lain.
Apakah menimbulkan dampak ketegangan bagi seseorang mungki juga tidak
berpengaruh terhadap orang lain.
Jabatan
guru tidak dapat dikatakan menjadi idaman atau panggilan bagi kebanyakan pemuda
walaupun tugas mulia, akan tetapi tidak sealu memberikan kepuasan yang dicari
orang dalam jabatannnya. Yang diharapakan dari jabatan sebagai guru antara
lain:
1.
Keuntungan ekonomis,
imbalan, finansial, gaji, atau uang. Gaji yang tinggi memberi kesempatan untuk
menabung, mendirikan rumah, membiayai pendidikan anak serta pendapatan yang
cukup pula akan memeberikan rasa aman untuk masa depan bagi diri sendiri maupun
bagi keluarganya.
2.
Status kedudukan dalam
masyarakat, penghargaan yang meningkatkan harga diri di hadapan orang lain.
3.
Otoritas, kewibawaan,
kekuasaan atas orang lain, mengatur orang lain, merasa dirinya boss, dapat
memerintah orang lain dalam hal ini dengan murid-murid.
4.
Status profesional,
merasa dirinya memiliki kesanggupan yang khas yang diperoleh berkat pendidikan
yang tidak dimiliki oleh orang lain.
Guru sendiri tidak mempunyai gambaran
jelas mengenai statusnya ditengah-tengah jabatan lain. Bila ia beranggapan
bahwa guru yang melakukan tugas begitu mulia mempunyai kedudukan yang tinggi,
mungkin ia akan mengalami ketegangan dan finansial melihat kenyataan bahwa guru
itu memang dihormati tetapi tidak diberikan status yang tinggi dibandingkan
dengan jabatan lain. Mungkin pertimbangan banyak orang didasarkan aspek
finansial dan bukan pada hakekat pekerjaan guru.
Ketegangan juga dapat ditimbulkan oleh
persoalan apakah pekerjaan guru dapat diakui sebagai profesi. Tanpa melalui
pendidikan keguruan seorang dapat mengajar, hal yang tidak mungkin terjadi dengan profesi kedokteran atau hukum.
Diadakannya Akta V dapat dipandang sebagai pengakuan atas perlunya pendidikan
khususnya keguruan agar dapat mengajar dengan bertanggungjawab. Sumber
ketegangan guru juga terletak dalam pekerjaan guru di dalam kelas. Pada saat
itu guru diuji kemampuannya dalam profesinya kesanggupannya untuk mengatur
proses belajar mengajar agar berhasil baik sehingga memuaskan bagi setiap
murid. Gangguan disiplin, kenakalan, kemalasan frustasi bagi guru yang
benar-benar melibatkan diri dalam proses itu.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
v Guru merupakan teladan baik bagi peserta didiknya
maupun masyarakat.Guru mempunyai tugas persona yang harus dipenuhinya.
v Guru yang baik mempunyai karakter yang terdiri dari:
Setia, Jujur, Ramah, Tegas, Taat, Tanggungjawab, Berinisiatif, Luwes, Berwibawa.
v Prototipe guru terdiri dari: Guru
yang malas (lazy teacher), Guru
yang pudar (collorless teacher), Guru
tua (older teacher), Guru
yang kurang demokratsis (democratic teacher)
dan Guru yang suka menentang ( teacher who disagrees)
v Guru mempunyai kedudukan dan peran, termasuk didalamnya
peran guru dalam mayarakat dan peran guru terhadap peserta didiknya.
B. Saran
Sebagai calon guru hendaknya kita mulai memperhatikan tingkah laku kita
karena guru itu digugu dan ditiru, jadi pada dasrnya perubahan perilaku yang dapat ditunjukkan oleh
peserta didik harus dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dan pengalaman
yang dimiliki oleh seorang Pendidik. Atau dengan perkataan lain Pendidik
mempunyai pengaruh terhadap perubahan perilaku peserta didik.
Untuk
itulah Pendidik harus menjadi contoh (suri teladan) bagi peserta didik, karena
pada dasarnya Pendidik adalah representasi dari sekelompok orang pada suatu
komunitas atau masyarakat yang diharapkan dapat menjadi teladan, yang dapat
digugu dan ditiru.
Daftar Pustaka
Sahertian, Piet A.Profil Pendidik
Profesional.Andi Offset: Yogyakarta
Sutarno.Profesi Keguruan.1995.Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Universitas Sebelas Maret:
Surakarta
1 komentar:
sip
Posting Komentar